Senin, 19 April 2010

kue ulang tahun

Kue Ulang Tahun

Selamat Ulang Tahun Peri Kecilku. Di usiamu yang ke enam ini ingin diriku mempersembahkan sebuah kue ulang tahun special untukmu.

Tepung Terigu

Kupilihkan yang terbaik untukmu, putih bersih lambang kesucian hati. Melihat bubuk ini mengingatkanku pada susu bayimu. Masa itu masih melekat di benakku, dalam sehari kau mampu menghabiskan berbotol-botol susu. Aku begitu menikmati saat melihat bibir mungilmu menyedotnya dari botol itu dengan penuh semangat. Berharap nutrisi di sana membuatmu tumbuh sempurna.

Perlahan bubuk putih dihadapanku bukan lagi susu. Kelak semakin bertambah usiamu, bisa jadi bubuk susu berubah menjadi bubuk “setan” yang akan menjadi nutrisi kehancuranmu. Begitu gundah kalbu ini memikirkannya.

Terbayang dirimu yang mungil beranjak dewasa. Nantinya akan lahir perasaan yang mungkin kini belum ada. Terbayang suaramu mengiang tajam, “Kenapa aku berbeda?Mereka di luar sana memiliki Ayah dan Bunda, sedang aku hanya bersama Bunda”

Aku yakin kelak peri kecilku pasti mau mengerti perbedaan ini. Aku akan terus berjuang menjaga dirimu selalu bersama bubuk putih yang suci, peri kecilku. Tak kan kubiarkan bubuk “setan” meracunimu.

Kini walau aku tak mampu lagi membeli bubuk putih susu tetap kusediakan bubuk putih terigu yang istimewa untukmu.

Telur

Tuhan, aku meminta-Mu untuk selalu menjaga rahasia kecil ini.

Berhari-hari tanpa bosan kau bertanya, “Kenapa Bunda makan dengan lauk berbeda?Biasanya kita berdua memakan lauk yang sama, di manakah telur Bunda?”

“Bunda lagi kepingin makan pakai lauk tempe.” Hanya jawaban itu yang bisa aku ucapkan pada Peri kecilku.

Maafkan aku telah membohongimu namun aku yakin ini semua benar, kau tak perlu tahu jika aku harus menyimpan jatah telurku agar bisa membuatkan kue special untukmu.

Telur ini juga berasal dari kebaikan seorang tetangga yang berhati suci. Uang penghasilanku yang pas-pasan dari hasil bekerja serabutan, hanya cukup untuk makan dengan lauk seadanya. Namun rahmat Tuhan kepada hambanya tak pernah terputus, tetangga sebelah rumah yang mempunyai peternakan ayam merasa iba, setiap hari dia memberikan dua buah telur ayam untuk aku dan peri kecilku.

Mentega

Walaupun aku tidak bisa membeli turunan lemak susu dengan kualitas nomor satu, aku yakin mentega murahan ini juga tak kalah hebatnya memberikan rasa gurih pada kue untukmu nanti.

Kau terlihat takjub memandang mentega berwarna kuning ini. “Mengapa benda di atas meja dapur kita berbeda?Benda apakah itu, Bunda?Selama ini aku tak pernah melihatnya.” Pertanyaan itu lah seketika yang muncul dari bibirmu.

Aku tersenyum mendengarnya, mengapa baru kali ini ada mentega itu di dapur kita? Karena untuk membelinya, aku harus menabung berhari-hari, demi hari istimewa buatmu, Peri Kecilku.

Di dalam benda berwarna kuning itu, menurut tetangga sebelah kontrakan yang seorang anak sekolahan, di dalamnya terkandung vitamin A, vitamin D, Protein, dan Karbohidrat. Sebenarnya aku yang tak pernah mengenyam bangku sekolahan ini, sama sekali tak mengerti dengan semua istilah itu. Namun menurut tetangga kita itu, kandungan tadi sangat baik untuk mata, tulang, pertumbuhan, dan menghasilkan tenaga.

Jadi kupikir tak ada salahnya aku berhemat demi membeli mentega ini. Selain member rasa gurih pada kuemu nanti, aku berharap kau akan mempunyai penglihatan yang tajam bukan hanya dari matamu namun juga dari mata hatimu. Kau akan memiliki tulang-tulang yang kuat, yang mampu membuatmu berdiri dengan tegap, menopangmu dengan kokoh dalam menjalani kerasnya kehidupan. Dirimu juga akan tumbuh sehat, besar, dan tinggi. Hingga kelak kau akan mampu meraih mimpi-mimpi. Yang paling penting kau akan selalu bersemangat dan bertenaga, tak kan pernah lelah menghadapi semua bahkan ketika harus berada di tengah badai.

Gula

Kristal-kristal putih berkilau tekena cahaya lampu. Rasa manis dari gula ini selalu kusuka. Kala aku menikmatinya, sejenak bisa menghapus semua pahit yang menimpa.

“Kenapa Mak Inah hari ini berbeda, Bunda?Biasanya ketika aku ke warungnya, dia hanya memberiku sekantong kecil gula namun sekarang dia memberikan sekantung besar gula kepadaku.” Kau bertanya dengan nafas yang masih terengah karena berlari buru-buru dari warung Mak Inah.

Tak perlu kau heran, Sayang. Bayaran dari mencuci baju di rumah Mak Inah, tidak kuminta dalam bentuk uang namun kuganti dengan sekantong besar gula untuk membuat kuemu nanti. Aku akan membuat kue yang manis untukmu. Berharap kau akan selalu menjalani hidup yang manis sepanjang sisa usiamu.

Dalam hidupmu nanti tak terelakkan, kau akan merasakan saat-saat sulit, ketika tak lagi bisa kau temui manisnya hari. Aku ingin kau mengenang manisnya gula ini, walaupun rasa itu semu hanya di lidah saja, aku yakin akan sedikit menghapus semua pahit di sana.

Cokelat

Kau begitu suka makan coklat. Setiap kali mengunyahnya, kau selalu terlihat ceria dan tak henti-hentinya bercerita tentang asyiknya sensasi ketika coklat itu perlahan-lahan lumer di mulut. Kau selalu memuji rasa coklat yang setiap hari kubeli untukmu.

Mungkin kau menganggap rasa coklat itu adalah yang paling enak di dunia. Kadang aku sedih melihatnya, karena selama ini kau hanya tahu satu jenis coklat itu saja, maafkan aku hanya mampu membeli coklat murahan itu untukmu.

Mentega dan gula yang ada, tidak cukup untuk membuat krim sebagai hiasan penutup kuemu. Akhirnya aku membeli coklat batang kesukaanmu, yang murah, di warung mak inah. Tak apalah pikirku, bukankah hiasan hanya sebagai penutup bagian luar kue, yang terpenting ada pada bagian dalam kue itu sendiri. Aku panaskan coklat itu sampai mencair kemudian kusiramkan di atas kuemu.

Kulihat senyum mengembang dari bibirmu ketika kuhidangkan kue ulang tahun special untukmu. Terpancar rasa bahagia di sana seketika menghapus duka lara yang menghimpit jiwaku.

Aku memeluk dan menciummu dengan lembut. Hari ini tak kudengar kau bertanya. Rasa sayang dan cintaku padamu tak pernah berbeda wahai Peri Kecilku, masih sama seperti yang dulu tak berkurang sedikit pun.